Cerpen remaja
Judul:
Teman Lebih Baik Daripada Cinta
Pengarang:
Fredi Febriyono
Kulalui hari-hari
kuliahku dengan penuh semangat dan terasa begitu indah sekali, dan rasanya tak
ingin semua itu berlalu. Karena aku punya banyak teman baru, jadi itulah yang
membuatku semangat kuliah. Setiap kuliah, disela waktu luang kami sering
bercanda, ngobrol kesana-kemari, pokoknya menyenangkan sekali. Kami terdiri
dari empat kawanan, yaitu Aku, Deni, Ani, dan Rina. Padahal kita baru kenal
kurang dari dua minggu, karena kami satu kelas jadi kami cepat akrab. Meskipun
kita sering bergerombol kesana-kemari, namun kita bukanlah geng. Tidak seperti
kebanyakan gerombolan orang-orang yang sering kita lihat di kampus.
Kita memang
terkenal asik dikalangan teman sekelas, namun terkecuali dengan Rina. Dia lebih
sering diam. Rina memang baik, namun sedikit aneh dimataku, namun aku tidak
terlalu memperdulikan. Tapi disisi lain, Rina sangat baik, perhatian, terutama
kepadaku. Karena aku seorang cowo, jadi aku seneng-seneng saja diperhatikan
begitu.
Hari ini adalah
hari senin, hari pertama dalam hitungan mingguan. Aku berangkat kuliah dengan
berjalan kaki, karena memang tempat aku ngekost dekat dengan kampus, jadi aku
selalu berjalan.
Kutapaki jalan
sendiri, langkah demi langkah aku lalui dengan semangat. Dikesendirian yang
ditemani asap kendaraan kota yang memuakan sekali, dan sangat mengganggu, tapi
Aku tetap semangat melangkahkan kaki menuju kampus.
Sesampainya di
kampus, aku melihat Ani dan Rina yang sedang duduk di bangku depan
perpustakaan. Kulihat mereka sedang membaca buku, tapi tidak tahu persis itu
buku apa, dan buku itu dipegang oleh Rina. Kemudian Aku berjalan dan
menghampiri mereka berdua.
“Hey,, udah
dateng toh?” tanyaku.
“Iya dong!” jawab
mereka secara bersamaan.
“Eh.. baca apa
sih lo?” tanyaku kembali.
“Oh.. ini novel
tentang cinta” jawab Rina.
“Yaelahh lo
bukannya belajar, malah baca buku kek gitu”
“biarin!!” sentak
Rina.
Disela ngobrol, Deni
datang dengan mengendarai motor ninja RR. Diantara kita berempat hanya Deni yang punya motor, lainnya ngekost.
Deni sempat melambaikan tangan dan langsung memarkirkan motornya. Kemudian budi
menghampiri kami bertiga.
“hey.. udah lama
tah lo datengnya?” tanya Deni.
“Lumayan lah”
jawab Ani dan Rina.
“kalo gua
barusan” sahutku.
“Udah ah, masuk
yuk!!” ajak Deni.
Kita langsung
menuju ke lantai dua, dimana ada ruangan mata kuliah bahasa indonesia.
Kulangkahkan kaki penuh semangat, anak tangga satu demi satu kulalui, dan
sampailah kita. Namun disana suasana masih sepi, dan dosen belum datang. Akhirnya
kita menunggu sambil duduk lesehan di pinggir tembok. Disana kita ngobrol
tentang novel yang Ani dan Rina baca tadi, yang mengisahkan tentang cinta
seorang gadis desa. Disela bincang-bincang tersebut, terceplos dari mulut ani..
“Eh.. Lo pada
udah punya pacar belum?” tanya Ani.
“Haha.. ga ada
gua” jawab Rina.
“Ada deh..” jawab
Deni.
Disitu aku sempat
diam dan berpikir, karena aku memang belum pernah pacaran, jadi pasti tidak
punya pacar.
Tiba-tiba ani
menyentak sembari menepuk bahuku, yang membuatku kaget, seperti tersambar petir
di siang bolong.
“Hey.. gimana
lo?” tanya si Ani.
“E..eenggak”
sahutku dengan gugup.
“Enggak apaan?”
“Yaa enggak punya
lah..”
Karena aku tahu
kalau Rina tidak punya pacar, aku berniat untuk mendekatinya. Karena dia memang
pehatian kepadaku, yang membuatku semakin percaya diri. Tapi aku juga masih
sedikit ragu, perhatiannya kepadaku hanyalah sebatas teman atau ada hal yang
lain. Tapi aku tidak gegabah, aku harus pelan-pelan.
“Eh.. mana nih dosen,
kok belum dateng?” cetus Ani.
“Iya ya, kok
belum dateng” sahut Rina.
“Paling juga ga
dateng” ujarku dengan sedikit tertawa.
Tidak lama
kemudian datang seseorang dari bagian Baku, dan memberitahukan kalau bu Mirna
(dosen bahasa indonesia) tidak masuk karena sakit.
“Huu...” sorak
seluruh teman yang juga sudah menunggu.
Kemudian semua
bubar dan pergi masing-masing, dan tidak terkecuali kita juga. Kita pergi dan
keluar dari gedung menuju taman kampus. Disana kita duduk dibawah pohon yang
rindang, sehingga terasa begitu sangat nyaman sekali. Ditemani hembusan angin
yang sejuk, membuat kita semakin betah.
Hari ini mata
kuliah Cuma ada satu, yaitu bahasa indonesia saja. Jadi jika bahasa indonesia
kosong, maka hari ini kita tidak belajar.
Disitu aku mulai
mencoba pendekatan dan memperhatikanya, karena selama ini dia yang perhatian
kepadaku.
“Eh.. ada tugas
matematika ngga?” tanyaku kepada Rina sekedar basa-basi, padahal sebenarnya aku
sudah tahu kalau memang ada tugas.
“Ada lah..” jawab
Rina.
“Emang lo udah
tah?”
“Belum, kalo lo?”
“Haa.. gua juga
belum”
“Eh.. entar kita
kerjain bareng ya?!” Tukasnya.
“Boleh deh”
jawabku dengan senang hati.
“Wahh..
kesempatan buat bisa lebih deket neh” Pikirku dalam hati.
Kemudian budi
pamit mau pergi, katanya sih mau ke tempat temannya. Dan tinggallah kami
bertiga. Karena aku merasa tidak enak, dan suasana sudah tidak mengasikkan, aku
mengajak mereka pulang.
“Pulang yuk!!”
ajakku kepada Rina dan Ani.
“Iya pulang aja
yuk” terus Ani.
“Ya ayo deh”
tukas Rina.
Kita langsung
bergegas pulang, sampai di gerbang kita berpisah, aku kearah kanan sedangkan
Ani dan Rina kearah kiri.
“Hati-hati ya Rin”
seruku.
“Ih.. kok Cuma Rina,
gua nggak nih?” sahut Ani.
“Eh iya,
maksudnya hati-hati semua”
“Nah gitu dong”
Kulihat rina
tertawa ringan mendengar ucapan ani. Kemudian kulangkahkan kaki, namun terasa
agak berat, mungkin karena harus berpisah dengan Rani. Aku sempat menoleh ke
arah mereka, namun kulihat mereka sedang asik memperhatikan jalan dan mereka
berlalu.
Malam hari disaat
Aku hendak memejamkan mata untuk tidur, Aku tidak bisa tidur, padahal mata
sudah terasa kantuk sekali. Setiap kucoba memejamkan mata, selalu terbayang
wajah Rina, senyumnya, dan semua tentang dia. Seakan bayang indahnya meracuni
pikiranku, sehingga sulit untuk tidur.
Detik demi detik,
menit demi menit berlalu hingga larut malam. Kulihat jam yang memempel di
dinding menunjukan pukul 23:49. Aku berusaha untuk melupakan bayangnya dan
mencoba tidur. Dan tidak lama kemudian aku tidur pulas. Kulalui malam dengan
sangat nyenyak dan tidak sekalipun terjaga.
Keesokan harinya,
aku bangun sangat pagi. Kulihat jam menunjukan pukul 05:30, dan aku beranjak bangun dari tempat tidur dan
bergegas menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah selesai wudhu
aku kembali ke kamar lagi dan solat. Setelah selesai solat, aku berdiri depan
jendela. Perlahan kusibakan tirai, kemudian kubuka jendela. Kuhirup udara
dalam-dalam, lalu kulepas secara perlahan.
“Hemm.. segar..”
Ucapku.
Cukup lama aku
menikmati udara pagi itu, udara yang sangat sejuk, hingga terasa sampai kehati.
Cukup kuakhiri, dan Aku langsung pergi sembari menyambar handuk untuk mandi. Setelah
selesai, Aku langsung kembali kekamar untuk ganti pakaian dan mempersiapkan
buku. Tidak butuh waktu lama, semua beres. Tanpa pikir panjang, Aku langsung
berangkat dengan jalan kaki. Berjalan adalah hal biasa yang sering Aku lakukan,
namun hari ini berbeda, terassa sangat ringan dan lebih semangat. Tidak lama Aku
berjalan, sampilah aku di kampus.
“Gila.. sepi
amat!!” ujarku.
Ternyata aku
brangkat kuliah hari ini kepagian, mungkin karena terlalu semangat. Disana aku
hanya melihat segelintir orang saja, dan tidak ada salah satu dari temanku. Aku
menunggu mereka dengan duduk di depan perpustakaan. Lumayan cukup lama aku
menunggu, kulihat sosok Ani dan Rina datang.
“Eh.. tumben lo
dah dateng?” tanya Ani padaku.
“Hehe.. iya, gue
kepagian tadi” jawabku dengan sedikit tertawa.
“Nyesel gitu?” tanya
Rina.
“Ih, ya enggak
lah!!” jawabku dengan lantang.
Dan kemudian Deni
datang dengan mengendarai motornya, dia memarkirkan motornya lalu menghampiri
kami bertiga. Disitu kita asik ngobrol, ya sekedar ngisi waktu luang. Namun
kurasakan ada sesuatu yang berbeda, Rina tidak lagi perhatian denganku, tidak
seperti hari-hari sebelumnya.
Saat itu Aku
ingin buang air kecil, dan Aku ajak Deni. Saat di toilet Aku sempat bertanya
pada Deni, tentang kalo aku suka kepada Rina.
“Den, beneran ga
ya Rina itu belum punya pacar?” tanyaku.
“Ga tau dah,
tanya aja ma orangnya” jawab Deni.
“Ah lo, tapi
gimana kalo gua suka ma Rina?” tanyaku.
Deni sempat diam,
dan aku tidak tau apa yang dia pikirkan. Dan sepetinya Deni agak bingung, yang
kulihat dari raut wajahnya.
“Eh.. gimana?”
tanyaku kembali.
“Ga tau dah, ayo
pergi” tukas Deni sambil menarik tanganku keluar dari kamar mandi.
Kemudian
kami berdua kembali menuju ke Ani dan Rina. Baru saja Aku dan Deni datang, Rina
mengajak pergi ke kelas sembari menarik tangan Deni. Aku tidak merasa heran
dengan hal tersebut, karena sudah biasa. Tapi yang aneh, mereka seperti asik
sendiri dan tidak menengok kepadaku maupun Ani. Aku berjalan agak santai, namun
Rina dan Deni lebih cepat. Dengan tidak sadar, mereka meninggalkan Aku dan Ani
yang ada dibelakang. Dan yang kulihat mereka berlalu.
“Eh
An, kok mereka gitu sih?” ucapku.
“Ga
tau deh” tukas Ani.
“Kenapa
dan ada apa sih sebenernya?” tanyaku sedikit memaksa.
“Ga ada apa-apa,
ayo lah..” jawab Ani sembari menarik keras tanganku.
Dan kami berdua
cepat-cepat menuju ke kelas. Sampai disana kulihat Deni dan Rina duduk di pojok
sembari bercanda ria.
“Eh gimana sih lo,
jalan lelet amat?” ujar Deni.
“Yee lo yang
jalannya cepet-cepet” sahut Ani.
“Ha
iya tah?” tukas Rani.
“Yee..
ga nyadar lo ini?” cetus Ani sambil menonyor rina.
“Huu... “
tambahku.
“Iya maaf deh”
ucap rani.
Kemudian dosen
datang, dan langsung memulai mata kuliah. Aku belajar dengan serius, dan tanpa
menghiraukan tingkah laku Rani dan Deni.
Setelah 90 menit
kuliah berlangsung, akhirnya selesai juga. Kita keluar bersama dari ruangan,
tapi aku merasa aneh dengan sikap Rani dan Deni. Akupun merasa risih dengan
keanehan tersebut.
“Eh mau pulang
langsung nih?” tanyaku kepada mereka.
“Basing gue mah”
jawab Deni.
“Balik aja deh”
sahut Rani.
“Kalo lo An, maunya
kek mana?” tanyaku kepada Ani.
“Gua mah ngikut
aja” jawab Ani dengan lantang.
Kemudian aku
mencari alasan agar bisa bicara dengan Ani, dan aku beralasan akan pergi ke perpustakaan.
“Oh iya, gue ke
perpus dulu ya?!” ujarku.
“yaudah sana gih”
sahut Deni.
“Eh temenin gua
yuk An” ajakku kepada Ani.
“Males ah” Jawab
Ani.
“Udah ayo”
kutarik tangan Ani sedikit memaksa.
Kami berdua pergi
meninggalkan Rina dan Deni. Aku tidak benar-benar ke perpustakaan, melainkan
aku pargi ke lorong laboratorium. Disana aku bicara empat mata, tanpa orang
lain yang tahu.
“An, lo kan temen
gua, gua mau tanya ya?!” ujarku.
“Ihh apaan seh?
Tanya tigggal tanya kok kesini segala”
“Tapi lo harus jujur
loh”
“Iya iya”
“sebenernya ada
apa sih dengan mereka, Rina dan Deni?” tanyaku dengan serius.
“Emang ada apa?”
Ani balik tanya kepadaku.
“Lo jujur deh,
pasti lo dah tau semuanya kan?, lo harus jujur kalo lo masih nganggep gue ini
temen” kucoba yakinkan Ani.
Kulihat raut
wajah Ani pucat, dan seperti orang kebingungan. Tapi dia diam seribu bahasa,
yang tak mampu aku terka.
“Ayo dong!”
tambahku.
“Sebenernya ini
rahasia, gue tau bukan dari Rina sendiri, tapi dari sms yang gue baca di
hapenya” tukasnya dengan berat.
“Iya tau apa?”
tanyaku dengan kebingungan.
“mereka jadian
fred” ujarnya dengan memalingkan muka.
“Maksud lo
pacaran?” tanyaku lagi untuk memperjelas.
“Iya”
GLEEGARRR!!
Seketika itu badanku terasa tersambar petir di siang bolong, dan terasa lemas
sekali, hingga aku tidak bisa menggerakan badan.
Ternyata itu yang
membuat mereka (Rina dan Deni) menjadi lain dari hari sebelumnya. Mereka
menjadi sangat aneh dan asik dengan urusan mereka sendiri. Dan ternyata seorang
yang aku dambakan dan aku cintai sudah menjadi pacar teman dekatku sendiri.
Kulihat Ani
terdiam dan menatapku penuh kasihan, karena dia tahu kalau Aku suka pada Rina.
Kemudian aku pergi meninggalkan Ani sendiri, yang kulihat masih saja terdiam.
Kemudian Aku
memutuskan untuk pulang, Aku sudah tidak menghiraukan Ani, maupun Rani dan Deni
yang masih didepan perpustakaan. Diperjalanan pulang, hatiku terasa sakit dan
pilu dan terkadang tubuhku terasa sangat lemas sekali. Dan aku larut dalam
kesedihan yang memuakan menyelimuti hati di dalam perjalanan pulang.
Malam hari adalah
malam penyiksaan bagiku, aku sungguh merana. Setiap saat akan memejamkan mata
untuk tidur, selalu terbayang Rani yang membuat hatiku sakit. Kepiluan ini
berlarut, hingga membuatku tidak bisa tidur sama sekali. Dulu bayang Rani
selalu indah menemani, namun sekarang tidak, bayangan indah Rani berubah
menjadi racun yang menggerogoti hati.
Kulihat jam dinding berbunyi, dan waktu
menunjukan pukul 00:00 tepat. Aku tidak bisa tidur meski kurasakan kantuk yang
teramat sangat, hingga mataku merah.
“Iyakah aku harus
begini?, haruskah aku terluka?, haruskan aku jadi pecundang?, apakah aku
terlalu pengecut?”
“apa yang harus
aku lakukan? Haruskah aku tetap jalani hari-hariku seperti biasa? Tapi
bagaimana jika hatiku semakin terluka? apakah aku harus menjauh? Tapi bukankah
sama saja aku ini pecundang?”
Sejuta pertanyaan
menghujam membabibuta, membuat aku merasakan sakit kepala. Namun aku tidak mau
menjadi seorang pecundang, aku harus bisa terima. Dimalam yang sulit itu aku
putuskan, besok aku akan mengucapkan selamat kepada mereka. Dan aku akan tetap
tegar dan semangat jalani hari-hariku, meski gadis pujaan hatiku telah menjadi
milik orang lain.
Setelah menjalani
malam yang sulit, akhirnya aku bisa tidur juga. Aku tidur sangat pulas, dan
tanpa perrnah terjaga hingga mentari pagi menyambutku.
*********
Hari baru telah
menyambutku, dan ditemani dengan senyum mentari pagi. Namun hari ini aku bangun
kesiangan, kulihat jam dinding
menunjukan pukul 07:10.
“Alamak!!
terlambat nih” pikirku dalam hati.
Aku langsung
sambar handuk sambil terburu-buru dan menuju kamar mandi, akupun mandi cepat
sekali. Setelah kukenakan pakaian lengkap, Aku langsung berangkat. Aku percepat
langkah kaki, dan sampailah Aku dikampus. Aku langsung menuju ke kelas, dan
ternyata benar dugaanku, Aku terlambat. Kulihat dosen sudah memulai mata
kuliah.
“Tok tok tok!!”
kuketuk pintu.
“Pemisi bu,,”
izinku.
“Kenapa kamu
terlambat” tanya dosen kepadaku dengan wajah menakutkan.
“Sssaya kesiangan
bu” jawabku sedikit gugup.
“Sudah, keluar
saja kamu!! Kamu tidak ibu izinkan mengikuti mata kuliah, karena kamu sudah
terlambat 15 menit” seru dosen dengan nada keras.
Akupun perlahan
keluar dengan menundukan kepala tanpa sedikitpun berkata. Aku memang menyadari
kesalahanku, Aku yang salah sudah tarlambat. Aku keluar dan duduk di dinding
dekat pintu, supaya aku bisa mendengarkan saat dosen berbicara.
Setelah lumayan
lama, pelajaran telah usai. Aku langsung berdiri, dan kulihat dosen keluar
kelas.
“Bu..” sapaku.
“Iya” jawab dosen
dan berlalu.
Kemudian temanku
keluar dan menghampiriku.
“Eh napa lo bisa
sampe terlambat gitu?” tanya Deni kepadaku.
“Iya nih” tambah Rani.
“Oh ga kok, gua
bangun kesiangan. Jawabku.
Kulihat Ani diam,
tidak bicara sepatah katapun. Mungkin dia tahu perasaanku yang sedang terluka
dan hancur. Dan Aku bisa mengerti dari raut wajah Ani.
“Udah ah, ke
taman aja yuk!” ajakku kepada mereka.
“Ayo deh” sahut Rani.
Kita pergi
ketaman kampus, seperti biasa kita nongkrong di bawah pohon. Disana Aku mulai
bingung, haruskah Aku ucapkan selamat kepada Deni dan Rina. Berlahan tapi pasti
ku kumpulkan semua keberanianku dan mulailah berkata.
“Teman, gue mo
ngomong nih!” ucapku.
“Mo ngomong apa
si lo?” tanya Deni.
“Selamat ya buat Deni
dan Rina yang udah jadian” ujarku sembari menjabat tangan Deni.
“Eh.. lo kok
tahu?” tanya Rina kepadaku dengan sedikit gugup.
“Lo kok, kok tahu
kalo gua jadian?” tambah Deni.
“Udah ga perlu lo
tau gue tau dari mana, gua Cuma bisa bahagia ngeliat lo bahagia”. Ujarku.
Kulihat Ani diam
terpaku dengan mimik wajah yang sedikit kasihan. Atau apalah, aku tidak tahu
pasti apa yang Ani pikirkan.
“Maaf teman,
bukan maksud gue hianati pertemanan kita, tapi gue ga bisa bohongi perasaan”
ujar Deni.
“Iya gue ngerti
kok” jawabku dengan tersenyum.
Disaat itu Deni
langsung memeluk tubuhku, dan kemudian Rani dan Ani. Disaat itu kita berjanji
akan tetap menjadi sahabat selamanya.
Aku berkata pada
diriku sendiri, “tidak akan ada namanya cinta, apalagi kepada teman sendiri”.
Setelah itu
hari-hari kulalui lebih semangat lagi, dan kita lebih akrab lagi.
“memang cita
tidaklah harus memiliki, tetapi kita harus bisa bahagia melihat pujaan hati
kita bahagia bersama orang lain”
BANDAR LAMPUNG, 21 AGUSTUS 2011-08-21